Wednesday, 28 April 2021

Loker Kepala Produksi dan Admin Produksi

 Loker khusus Wilayah Jakarta Barat, Tangerang, Banten dan sekitarnya.

  1. Kepala Produksi => kriteria n info sesuai yang tertera dalam gambar.
  2. Admin Produksi, Syarat2 dibawah ini :

           Syarat/kriteria Admin Produksi : 

  • Wanita muslimah maksimal 35 tahun
  • min Pendidikan D3
  • Menguasai Exel (bisa pivot vlookup tabel/grafik)
  • Pekerja keras, disiplin, mandiri dan bisa bekerjasa sama dengan team.
           Info lbh lanjut WA 08995054270
 

Loker Operator Printing

 Urgent Loker :

Kami industri  kaos / apparel yang sedang berkembang, saat ini kami mencari anggota keluarga baru

Operator Mesin Printing

Diskripsi Pekerjaan

  • On / Off mesin printer
  • Cek & Isi tinta
  • Cek & Isi kertas
  • Cek Nozzel & Cleaning
  • Menggulung hasil priting
  • Menggunakan aplikasi Coreldraw (proses : setting kertas / layout , convert file ke pdf)
  • Menggunakan aplikasi mesin printer (proses : input file pdf, RIP, klik Print)
  • Memastikan file yang akan di print sudah sesuai dengan PO seperti label, size (S,M,L,XL dst).
  • Berkoordinasi dengan tim terkait (design/Setter) & SPV/Marketing jika ada perubahan.
 
 
Kriteria :
  • Pria/Wanita, maksimal usia 37 tahun
  • Pendidikan min SMK/sederajat
  • Memiliki kendaraan sendiri dan SIM C
  • Berdosmili Yogya-DIY
  • Pengalaman di bidang yang sama min 1 tahun
  • Memiliki skill layout coreldraw
  • Familiar dengan mesin printer Epson F71700 & F6070 atau sejenisnya.(termasuk maintencance sederhana)
  • Pekerja keras, disilpin dan mandiri
  • Bisa bekerja secara team
 
Benefit :
Gaji pokok & makan siang
 
Catatan :
Hari kerja senin-sabtu (hari libur nasional tetap masuk kecuali liburan Idul Fitri & Tahun baru)
 
Kirim CV ke :
Jl. Taman Siswa No.150F, Wirogunan, Kec. Mergangsan, Kota Yogyakarta, 55151
Kontak PIC (WA) : Hasan - 08995054270
  


Berkahnya Generasi Sandwich

 *Berkahnya Generasi Sandwich*

PEMBAHASAN mengenai sandwich generation atau generasi sandwich sedang booming terutama di tengah pandemi Covid-19 saat ini. Banyak seminar yang sekarang diselenggarakan secara daring atau yang akrab disebut dengan webinar yang mengulas tentang generasi yang satu ini, begitupula banyak tulisan yang mengangkat tema yang sedang hangat ini disertai dengan arahan dan solusi dari narasumber ahli.


Apa  Itu Sandwich Generation? Beberapa orang mungkin sedang mengalami. Sedang bekerja keras, tidak hanya menafkahi anak atau istri tapi juga orang tua dan adik-adik yang masih bersekolah. Belakangan muncul istilah Sandwich Generation. Istilah yang ditujukan bagi mereka yang sedang dalam keadaan "terjepit" layaknya roti sandwich antara anak-anak dan orang tuanya.

Meski baru terdengar, ternyata istilah generasi sandwich sudah ada sejak lama. Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh Dorothy A. Miller, pada 1981. Profesor sekaligus direktur praktikum Universitas Kentucky, Lexington, Amerika Serikat (AS). Ia memperkenalkan istilah generasi sandwich dalam jurnal berjudul "The 'Sandwich' Generation: Adult Children of the Aging."  Di dalam jurnal tersebut, Dorothy mendeskripsikan generasi sandwich sebagai generasi orang dewasa yang harus menanggung hidup tidak hanya orang tua, tapi juga anak-anak mereka. Salah satu penyebab menjadi generasi sandwich adalah karena orang tua tidak mempu merencanakan masa tua yang lebih baik. Sehingga anak, mau tidak mau terpaksa harus memikul tanggung tanggung jawab dengan menafkahinya.

Sebelum melangkah lebih jauh terlebih dahulu harus kita pahami apa sebenarnya generasi sandwich tersebut, apakah semacam generasi yang senang dengan makanan ala barat atau sebuah program diet dengan vegetarian life style. Yang dimaksud dalam tulisan ini adalah bukan keduanya, akan tetapi istilah yang disematkan kepada generasi yang berada pada rentang usia 30 sampai dengan 40 tahun berada pada rentang usia produktif dan telah memiliki tanggungan yakni telah menikah dan memiliki anak yang tentunya masih membutuhkan biaya hidup dan pendidikan, sekaligus menanggung biaya hidup orang tuanya yang sudah sepuh dan tidak berpenghasilan lagi (Suryo, 2020).

Mengapa diistilahkan sebagai sebuah sandwich? Karena ia harus menanggung keluarga barunya sekaligus orang tuanya seperti halnya sebuah roti yang diisi dengan beberapa sayuran, daging, keju, saus dan lainnya kemudian ditutup lagi dengan sebuah roti yang lainnya menggambarkan kehidupan yang dihimpit dengan generasi sebelum dan setelahnya.


Beberapa Jenis Sandwich Generation

  • Generasi Sandwich Tradisional

Umumnya, mereka yang masuk dalam kategori ini adalah orang dewasa di usia 40 tahunan atau awal 50 tahun, dimana harus menanggung kebutuhan anak-anaknya yang sudah dewasa namun masih memerlukan dukungan finansial, Kemudian, di sisi lain juga masih harus mengurus orangtua mereka yang sudah lansia.

  • The Club Sandwich Generation

Beberapa yang termasuk dalam kategori ini adalah orang dewasa berusia 50 atau 60 tahunan yang terjepit antara mengurus orangtua yang lansia dan anak mereka yang sudah dewasa, bahkan termasuk cucu. Termasuk juga mereka yang berusia 30 atau 40 tahunan dan memiliki anak kecil, namun harus mengurus orangtua serta kakek nenek.

  • Open-faced Sandwich Generation

Mereka yang terlibat dalam kegiatan perawatan lansia meski itu bukan pekerjaan profesional mereka (misalnya karyawan panti jompo) termasuk dalam kategori ini. Diperkirakan ada sekitar 25% orang yang mengalami fase ini dalam hidupnya.


Penyebab Generasi Sandwich

Penyebab menjadi generasi sandwich bukan semata-mata karena orang tua tidak mampu merencanakan masa tua. Bagi keluarga dengan keterbatasan ekonomi, merencanakan kehidupan masa tua mungkin tidak pernah terpikir olehnya. Yang dipikirkan adalah bagaimana ia bisa memenuhi kebutuhan pokok setiap harinya. Juga bagaimana agar bisa menyekolahkan anak-anaknya agar bisa menjalani kehidupan yang lebih baik darinya.

Kesulitan ekonomi terasa dari generasi ke generasi seharusnya menyadarkan kita bahwa ada yang salah dalam menjalani kehidupan. Perekonomian yang terasa kian berat dari waktu ke waktu dipandang sebagai sebuah hal yang wajar dan tak dapat dihindari. Padahal perekonomian sebuah negara, bisa diatur oleh manusianya.


Pandangan Islam bagaimana sebaiknya menyikapi persoalan ini terutama di tengah kondisi pandemi global sekarang.

  • Berbakti pada Orang Tua

Di tengah kehidupan masyarakat yang menjadikan materi sebagai ukuran kebahagian tentu menjalani hidup sebagai generasi sandwich akan sangat berat. Menafkahi keluarga berarti harus mengeluarkan lebih banyak uang dari hasil keringat sendiri. Padahal kebutuhan, keinginan bahkan cita-cita sendiri pun belum semuanya tercapai. Hal ini bisa memicu tekanan psikologis bagi dirinya. Sikap dan pemikiran seperti ini yang harus diubah.

Berbakti pada orang tua adalah perintah Allah. Salah satu bentuknya adalah dengan menanggung nafkahnya. Di tengah kesulitan ekonomi, seseorang mungkin sampai harus mengorbankan cita-citanya demi menanggung nafkah orang tua. Tapi jika dalam kesadaran sedang mentaati perintah Allah, maka akan dilakukan dengan keikhlasan dan percaya akan ada takdir Allah yang lebih baik baginya. Mengambil peran menjadi penanggung jawab nafkah keluarga bukanlah menambah beban. Tapi sebuah amalan mulia yang diperintahkan Allah SWT.

  • Kewajiban menafkahi dan anjuran bersedekah

Dalam islam, menjadi pencari nafkah dibebankan pada laki-laki dewasa. Sejak usia mukallaf ia menjadi penanggung jawab nafkah bagi dirinya sendiri. Jika ia menikah maka ia berkewajiban menafkahi istri dan anak-anaknya. Jika orang tua telah renta atau ayah telah tiada, maka nafkah orang tua atau ibu ditanggung oleh anak laki-laki dewasanya. Ia juga menaggung nafkah adik-adik perempuannya jika ayah telah tiada.

Sebagai seorang muslim Allah juga memerintahkan untuk bersedekah pada keluarga dan kerabat.

يَسْـَٔلُونَكَ مَاذَا يُنفِقُونَ ۖ قُلْ مَآ أَنفَقْتُم مِّنْ خَيْرٍ فَلِلْوَٰلِدَيْنِ وَٱلْأَقْرَبِينَ وَٱلْيَتَٰمَىٰ وَٱلْمَسَٰكِينِ وَٱبْنِ ٱلسَّبِيلِ ۗ وَمَا تَفْعَلُوا۟ مِنْ خَيْرٍ فَإِنَّ ٱللَّهَ بِهِۦ عَلِيمٌ

“Mereka bertanya tentang apa yang mereka nafkahkan. Jawablah: "Apa saja harta yang kamu nafkahkan hendaklah diberikan kepada ibu-bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan". Dan apa saja kebaikan yang kamu buat, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahuinya.”

Tidak hanya anak, istri dan orang tua, seorang muslim juga dituntut untuk menunjukan kepedulian terhadap kerabat dan anak yatim. Maka sudah menjadi fitrah bagi laki-laki untuk menjadi seorang pekerja keras.

Mencari nafkah diniatkan untuk ibadah. Bukan untuk memenuhi segala hasrat duniawi. Allah yang mendatangkan rezeki, maka rezeki yang didapatkan harus berikan pada yang berhak.

Dalam prespektif Barat, situasi tersebut terjadi sebagai akibat dari generasi tua (orang tua) yang tidak mempersiapkan masa tuanya dengan baik. Katakanlah ketiadaan manajemen masa pensiun dan rapuhnya pengelolaan keuangan untuk hari tua. Termasuk menjaga kesehatan dirinya sendiri.

Banyak solusi yang ditawarkan oleh sejumlah pakar, mulai dari perencanaan pengelolaan keuangan yang lebih baik dan disiplin hingga menambah penghasilan dari usaha-usaha sampingan.

Namun langkah awal yang perlu harus diubah adalah soal mindset, bahwa orangtua adalah beban. Sebagai seorang muslim tentu sudah seharusnya kita punya cara pandang tersendiri. Menempatkan orang tua sebagai beban hidup sungguh hal tersebut mencederai apa yang Allah dan Rasul-Nya perintahkan.


Rasullullah SAW pernah menolak keinginan seorang pemuda untuk ikut jihad berperang dan meminta ia kembali, yaitu untuk merawat dan berbakti pada orangtuanya. Bukankah jihad fisabilillah adalah amal yang begitu mulia, gugur di dalamnya maka surga menjadi balasannya tanpa hisab. Dan Rasulullah SAW menyamakan amal tersebut dengan merawat dan menghidupi kedua orangtua.

Kita semua juga sudah tahu bahwa berbakti pada orang tua adalah salah satu dari tiga amal yang paling dicintai oleh Allah SWT, selain shalat tepat waktu dan jihad fisabilillah. Ingat pula kisah tiga orang yang terjebak dalam gua, bukankah salah satunya bertawasul kepada amalnya atas ketataan terhadap kedua orangtuanya.

Dan tentu mungkin yang paling populer adalah kisah keteladanan Uwais Al-Qarny. Seorang yang disebut-sebut oleh Rasulullah SAW meski akhirnya tak pernah bertemu dengan beliau. Seorang yang dianggap remeh, berpenyakit sopak, tubuhnya belang-belang, tak dihiraukan, namanya senyap di dunia namun sakti melangit, semerbak harum diantara penduduk jagat langit. Doanya begitu makbul.

Demi keinginan ibunya Uwais melakukan berbagai cara, jangankan untuk mengeluh bahkan menyela argumentasipun tak ia lakukan tatkala ibunya menyatakan keingingan untuk pergi berhaji. Padahal jarak Yaman-Mekah tidaklah dekat dan Uwais tak memiliki apapun kecuali hanya seekor anak lembu. Julukan gila oleh warga kampungnya tak ia hiraukan demi ibunya.


Bahkan ketika orangtua kita telah meninggal pun, Rasulullah SAW berpesan untuk masih berbakti kepada keduanya yaitu dengan empat hal: mendoakan dan memintakan ampunan untuk mereka, melaksanakan janji mereka, memuliakan sahabat-sahabat mereka serta menyambung tali silaturahim kepada para sahabat kedua orangtua kita.

Rasulullah SAW pernah bersabda “Sesungguhnya sebaik-baik yang dimakan seorang muslim adalah dari hasil usahanya, sedangkan anak adalah hasil usaha orang tuanya” (HR. Abu Daud dan An-Nasa’i)

Dan ingatkah kita selarik firman Allah SWT: “Dan Kami perintahkan manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam usia dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orangtuamu. Hanya kepada-Ku lah tempat kembali.” (QS. Al-Luqman 14)


            Islam sebagai agama yang kamil wa syamil telah memberikan pedoman sekaligus solusi terhadap berbagai persoalan yang dihadapi ummatnya, sampai kepada urusan ke kamar belakang pun sudah diatur dalam syariat nan agung ini apatah lagi persoalan kehidupan perekonomian ummatnya. Islam memberi pedoman menyangkut kebutuhan hidup dan keberlangsungan kehidupan di muka bumi yang adil dan merata, di antaranya menyikapi beban yang ditanggung generasi sandwich dalam menanggung hajat hidup dua generasi dalam tanggungannya.

            Dalam Islam menanggung beban keluarga disebut dengan bersedekah kepada kerabat dan memiliki keutaamaan yang sangat besar di sisi Allah Subhanahu Wa Ta’ala, yaitu diganjar dengan pahala bersedekah sekaligus menyambung silaturrahim (hubungan kekerabatan), hubungan kekerabatan yang dimaksud di sini adalah orang tua, istri, dan anak dalam tanggungannya, sebagaimana hadist dari Salman bin Amir Radhiyallahu ‘Anhu Rasulullah bersabda,

إِنَّ الصَّدَقَةَ عَلَى الْمِسْكِينِ صَدَقَةٌ وَعَلَى ذِي الرَّحِمِ اثْنَتَانِ صَدَقَةٌ وَصِلَةٌ

“Sesungguhnya sedekah kepada orang miskin pahalanya satu sedekah, sedangkan sedekah kepada kerabat pahalanya dua; pahala sedekah dan pahala menjalin hubungan kekerabatan.” (HR. An-Nasai No. 2583, Tirmidzi No. 658, Ibnu Majah No. 1844).

Al Qadhi Abu Syuja dalam Tuasikal (2018) menjelaskan bahwa seorang anak wajib menafkahi orang tuanya jika terpenuhi syarat bahwa orang tuanya dalam keadaan miskin dan tidak mampu lagi mencari nafkah. Atau orang tuanya dalam keadaan miskin dan hilang akal sehatnya, sedangkan nafkah kepada anak menjadi wajib jika memenuhi syarat jika anak tersebut masih kecil (belum baligh) dan miskin; miskin dan belum kuat bekerja; serta miskin dan hilang akal sehatnya.

            Nafkah kepada orang tua merupakan salah satu di antara bentuk birrul walidain kepada mereka terutama apabila mereka telah berusia lanjut, maka semestinya tidaklah dianggap sebagai sebuah beban melainkan sebuah kesempatan berharga nan langka yang tidak semua orang diberi kesempatan meraihnya. Jawas (2020) mengungkapkan bahwa banyak hadits yang menunjukkan kerugian yang dialami orang yang tidak berbakti kepada orang tua terutama saat mereka masih berada di sisi kita dan telah mencapai usia lanjut, dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu Nabi bersabda,

رَغِمَ أَنْفُ، ثُمَّ رَغِمَ أَنْفُ، ثُمَّ رَغِمَ أَنْفُ مَنْ أَدْرَكَ أَبَوَيْهِ عِنْدَ الكِبَرِ، أَحَدُ هُمَا أَوكِلَيْهِمَا، فَلَمْ يَدْخُلِ الْجَنَّةَ

“Celaka, sekali lagi celaka, dan sekali lagi celaka orang yang mendapatkan kedua orang tuanya berusia lanjut, salah satunya atau keduanya, tetapi (dengan itu) dia tidak masuk syurga”. (HR. Muslim No. 2551 dan HR. Ahmad 2: 254, 346).

            Hakim (2019) menguraikan bahwa pemenuhan nafkah keluarga merupakan kewajiban dan sebaliknya ia berdoa jika meninggalkan kewajibannya tersebut, selain itu nafkah ini juga bernilai sedekah di sisi Allah Rabbul Alamin bahkan merupakan sebaik-baik harta yang diinfakkan seorang kepala keluarga, sebagaimana sabda Rasulullah bahwa sesuatu apa pun yang engkau berikan sebagai makanan kepada dirimu, maka itu merupakan sedekah. Demikian pula yang Engkau berikan sebagai makanan kepada anakmu, istrimu, bahkan kepada budakmu, itu semua merupakan sedekah (HR. Ahmad no. 17179), atau dalam redaksi yang lain disebutkan bahwa dinar yang engkau infaqkan di jalan Allah (perang), dinar yang engkau infaqkan untuk membebaskan seorang budak, dinar yang Engkau sedekahkan kepada orang miskin, dan dinar yang engkau infaqkan untuk keluargamu, yang paling besar pahalanya adalah infaq yang engkau berikan kepada keluargamu (HR. Muslim no. 995).

            Maka dari itu, seorang muslim persoalan apapun yang tengah menimpanya hendaknya dikembalikan kepada ajaran syariat ini yang luhur lagi paripurna, tidak lagi membeo’ kepada apa yang datang dari barat melainkan apa yang haq datang dari Allah dan Rasul-Nya. Di sini penulis bukan menguraikan bahwa yang datang dari pemikiran barat semuanya buruk, namun jika kita ikut latah terhadap pemikiran kapitalis dengan menganggap bahwa semua perbuatan harus dihargai dari sisi materi, salah satu di antaranya beratnya memikul beban sebagai seorang generasi sandwich, maka ia bertentangan dengan nilai kemanusiaan, dan  keadilan dalam Islam, ada  falah yang tidak hanya kita peroleh di dunia semata melainkan lebih dari itu falah di akhirat sebagai tempat abadi, tujuan hidup seorang muslim.

            Seseorang boleh saja melakukan usaha di luar pekerjaan intinya untuk menambah penghasilan dalam memenuhi kebutuhan hidup dan orang-orang yang berada dalam tanggungannya seperti berwirausaha, akan tetapi dengan menanggung orang tua dianggap sebagai beban nan berat bukan diniatkan untuk mengharapkan wajah Allah Azza Wa Jalla semata akan melahirkan keletihan demi keletihan yang tidak berkesudahan. Padahal menanggung kehidupan orang tua terlebih lagi telah lemah di usia yang telah sepuh adalah salah satu kewajiban dan asset terbesar yang akan kita bawa sebagai bekal di kehidupan keabadian kelak.

            Islam meyakini bahwa kehidupan hari ini adalah hari beramal sebanyak-banyaknya sebagai bekal untuk beristirahat dari hiruk pikuk dunia di negeri akhirat kelak. Bukankah Allah Azza Wa Jalla telah menjamin bahwa harta yang kita keluarkan hakikatnya tidaklah berkurang secara jumlah semata akan tetapi lebih dari itu harta itu bertambah dari segi jumlah dan berkah. Tidaklah orang yang memberi itu akan jatuh dalam lubang kemiskinan, meskipun ia tidak kaya raya dari segi materi namun keberkahan hidup terlihat dari karir yang cemerlang, usaha yang berkembang, rumah tangga yang harmonis, anak-anak yang shalih-shalihah, kesehatan, kesejahteraan, dan keamanan semua didapatkan karena kebaikan yang ia berikan pada orang tuanya dan doa yang dipanjatkan orang tua dan keluarganya kepada dirinya.

            
Semestinya ia bangga mampu menghidup dirinya sendiri beserta anak istri dan kedua orangtuanya di usia terbilang muda dan produktif, di mana jarang orang meraih pencapaian hidup seperti itu, bahkan ia disebut mampu memberi manfaat kepada orang banyak, sebagaimana sabda Rasulullah bahwa sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya (HR. Ahmad, ath-Thabrani, ad-daraquthni), karena memberi manfaat merupakan kepribadian yang harus dimiliki seorang muslim dan sesungguhnya manfaat itu kembali kepada dirinya sendiri. Maka seyogyanya istilah generasi sandwich tidak digunakan kaum muslimin melainkan generasi Anfuahum Linnas (Generasi Bermanfat bagi Manusia lainnya).

 

---

Sumber : 

https://www.republika.id/posts/16282/dilema-%e2%80%98generasi-sandwich%e2%80%99

https://www.hidayatullah.com/kajian/jendela-keluarga/read/2020/09/08/191706/begini-islam-memandang-fenomena-generasi-sandwich.html

https://umma.id/article/share/id/1005/871451

https://www.tintasiyasi.com/2020/08/generasi-sandwich-apa-yang-salah.html

https://finoo.id/blog/sandwich-generation-adalah/

https://tirto.id/beratnya-hidup-menjadi-generasi-sandwich-eeon

https://www.jstor.org/stable/23712207?seq=1