Wednesday, 28 December 2011

~*:. Perhiasan Terindah Dunia Adalah Wanita Sholehah .:*~




Sebuah berita gembira datang dari sebuah hadits Rasul bahwa Rasulullah Saw. Bersabda :
”Seluruh dunia ini adalah perhiasan dan perhiasan terbaik di dunia ini adalah wanita yang sholehah.” (HR. an-Nasa’I dan Ahmad)

Di dalam Islam, peranan seorang istri memainkan peranan yang sangat penting dalam kehidupan berumah-tangga dan peranannya yang sangat dibutuhkan menuntutnya untuk memilih kualitas yang baik sehingga bisa menjadi seorang istri yang baik. Pemahamannya, perkataaannya dan kecenderungannya, semua ditujukan untuk mencapai keridho’an Allah Swt., Tuhan semesta Alam. Ketika seorang istri membahagiakan suaminya yang pada akhirnya, hal itu adalah untuk mendapatkan keridho’an dari Allah Swt. sehingga dia (seorang istri) berkeinginan untuk mengupayakannya.


Kualitas seorang istri seharusnya memenuhi sebagaimana yang disenangi oleh pencipta-Nya yang tersurat dalam surat Al-Ahzab. Seorang Wanita Muslimah adalah seorang wanita yang benar (dalam aqidah), sederhana, sabar, setia, menjaga kehormatannya tatkala suami tidak ada di rumah, mempertahankan keutuhan (rumah tangga) dalam waktu susah dan senang serta mengajak untuk senantiasa ada dalam pujian Allah Swt.


Ketika seorang Wanita Muslimah menikah (menjadi seorang istri) maka dia harus mengerti bahwa dia memiliki peranan yang khusus dan pertanggungjawaban dalam Islam kepada pencipta-Nya, Allah Swt. menjadikan wanita berbeda dengan pria sebagaimana yang disebutkan dalam ayat Al-Qur’an:

”Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebagian yang lain. (karena) bagi laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bagian dari apa yang mereka usahakan dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui Segala Sesuatu.” (QS. An Nisaa’ , 4:32)

Kita dapat melihat dari ayat ini bahwa Allah Swt. membuat perbedaan yang jelas antara peranan laki-laki dan wanita dan tidak diperbolehkan bagi laki-laki atau wanita untuk menanyakan ketentuan peranan yang telah Allah berikan sebagaimana firman Allah:

“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukminah, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka.” (QS. Al Ahzab, 33:36)

Karenanya, seorang istri akan membenarkan Rasulullah dan akan membantu suaminya untuk menyesuaikan dengan prinsip-prinsip syari’ah (hukum Islam) dan memastikan suaminya untuk kembali melaksanakan kewajiban-kewajibannya, begitupun dengan kedudukan suami, dia juga harus memenuhi kewajiban terhadap istrinya.

Diantara hak-hak lainnya, seorang istri memiliki hak untuk Nafaqah (diberi nafkah) yang berupa makanan, pakaian dan tempat untuk berlindung yang didapatkan dari suaminya. Dia (suami) berkewajiban membelanjakan hartanya untuk itu walaupun jika istri memiliki harta sendiri untuk memenuhinya. Rasulullah Saw. Bersabda :

”Istrimu memiliki hak atas kamu bahwa kamu mencukupi mereka dengan makanan, pakaian dan tempat berlindung dengan cara yang baik.” (HR. Muslim)

Ini adalah penting untuk dicatat bahwa ketika seorang istri menunaikan kewajiban terhadap suaminya, dia (istri) telah melakukan kepatuhan terhadap pencipta-Nya, karenanya dia (istri yang telah menunaikan kewajibannya) mendapatkan pahala dari Allah Swt.

Rasulullah Saw. mencintai istri-istrinya karena kesholehan mereka.Aisyah Ra. suatu kali meriwayatkan tentang kebaikan kualitas Zainab Ra., istri ketujuh dari Rosulullah Saw.,

”Zainab adalah seseorang yang kedudukannya hampir sama kedudukannya denganku dalam pandangan Rasulullah, dan aku belum pernah melihat seorang wanita yang lebih terdepan kesholehannya daripada Zainab Ra., lebih dalam kebaikannya, lebih dalam kebenarannya, lebih dalam pertalian darahnya, lebih dalam kedermawanannya dan pengorbanannya dalam hidup serta mempunyai hati yang lebih lembut, itulah yang menyebabkan ia lebih dekat kepada Allah”.

Seperti kebesaran Wanita-wanita Muslimah yang telah dicontohkan kepada kita, patut kiranya bagi kita untuk mencontohnya dengan cara mempelajari kesuciannya, kekuatan dari karakternya, kebaikan imannya dan kebijaksanaan mereka. Usaha untuk mencontoh Ummul Mukminin yang telah dijanjikan surga (oleh Allah) dapat menunjuki kita kepada karunia surga.

Abu Nu’aim meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw. bersabda :

“Ketika seorang wanita menunaikan sholat 5 waktu, berpuasa pada bulan Ramadhan, menjaga kehormatannya dan mematuhi suaminya, maka dia akan masuk surga dengan beberapa pintu yang dia inginkan.” (HR. Al Bukhari, Al Muwatta’ dan Musnad Imam Ahmad)

Wahai Muslimah yang tulus, perhatikan bagaimana Nabi Saw. menjadikan sikap ta’at kepada suami sebagai dari bagian amal perbuatan yang dapat mewajibkan masuk surga, seperti shalat, puasa; karena itu bersungguh-sungguhlah dalam mematuhinya dan jauhilah sikap durhaka kepadanya, karena di dalam kedurhakan kepada suami terdapat murka Allah Swt.

Wallahu a’lam bish showab..

Referensi Lainnya : http://kembanganggrek2.blogspot.com/

Lihatlah, Dialah Suamimu..!

 

Bismillahirr Rahmanirr Rahim 

Wahai para istri, pernahkah kau perhatikan lebih jauh tentang sosok perkasa yang ada dirumahmu, yang menjadi separuh nyawamu itu, dan yang menjadi teman seumur hidup bagimu untuk menghabiskan hari?

Lihatlah dia dalam tidurnya...
Tidur nyenyaknya seakan menggambarkan betapa seharian ini beliau begitu lelah guna mencukupi nafkah untukmu. Dia menyingsingkan lengannya dan mengusap keringatnya, demi dirimu untuk sebuah tercukupi. Katup sayu matanya mungkin tengah menahan derasnya air mata dalam tidur, karena jebolnya bendungan hati yang kian tergerus setumpuk masalah hidup. Tapi semua masih tertahan, karena tidak akan tega membiarkan kau dan keluargamu terlunta.

L ihatlah kaki kuat itu...
Dia yang menopang tubuh renta suamimu, yang menjadi penopang ketika harus menyusuri dunia untuk sebuah kebahagiaanmu, wahai wanita. Bahkan seperti yang di sabdakan Nabi Muhammad salallahu alaihi wassalam, jikapun memang sesama manusia boleh bersujud, maka di kaki itu, kau harus meletakkan sujudmu dan memasrahkan tanganmu kepadanya.

Lihatlah gurat garis wajahnya...
Kulitnya yang legam dan kasar itu menandakan beratnya perjuangannya. Seakan disana terukir sebuah perjuangan yang begitu melelahkan namun menenangkan seluruh anggota keluargamu. Dengan tanpa keluh walaupun sesekali bimbang dalam melintasi, namun tetep menyediakan pundak yang kuat, dan dada yang lapang demi kau bersandar. Lihatlah gurat wajah lelah itu, yang seakan semakin rapuh dari hari ke hari namun tetap teguh demi sebuah yang bernama tanggung jawab.

LIhatlah para istri yang sholihah, dialah suamimu!!

Lihatlah tangannya...
Rasakan tangan berkulit kasar itu yang semakin hari semakin terasa kasar. Tangan itulah yang telah menyelamatkanmu menuju sebuah kehormatan dan menggandengmu pada sebuah perlindungan. Tangan inilah yang terkait dengan hati mereka dimana mereka seumur hidup menghabiskan hari harinya untuk memenuhi kebutuhan dan kesenanganmu.

Lihatlah mata mereka
Pandangan teduh itulah yang mendamaikanmu. Mengajakmu dengan lindungan dalam kekuatan mereka. Berharap kedamaian menyelimutimu, menghapus sedihmu dan kembali membawa senyum untukmu, wahai para istri. Pandangan teduh itu yang mengoyak arogansi dan kekuatan mereka demi sebah mencintai makhluk sepertimu. Pandangan teduh yang juga begitu lelah.

Wahai para istri, betapa banyak suami yang tidak dapat memejamkan mata mereka karena beratnya pikiran dan tanggung jawab mereka saat ini. SubhanAllah, maka bahagiakan dan alihkan sedikit beban mereka dengan sebuah kesenangan dan kesyukuran karena kehadiranmu. Bahagiakan mereka dengan meminimalisir keluhanmu atas mereka, dan menghadirkan senyum hari- hari mereka.

Lihatlah ketulusan hati mereka...
Seorang lelaki yang dengan penuh pengayoman tulus dan pengabdian penuh, telah menghabiskan jatah umur mereka demi memegang kendali kapal rumah tanggamu. Mereka tak mengharapkan balas kecuali kesetiaanmu. Mereka tak mengharapkan puji kecuali kepandaianmu menjaga anak- anak mereka. Mereka tak mengharapkan pamrih kecuali dengan kebahagiaan karena terjaganya bidadari yang ada dirumahnya, yaitu dirimu sendiri. Dialah pemimpin yang sholeh dan bertanggungjawab itu, dialah suamimu, wahai para istri.

Sungguh para wanita, ridho suamimu adalah kunci surga dunia bagi dirimu dan surga akherat untuk kau dan keluargamu. Maka hargailah beliau, lebih dari dirimu sendiri. 

Maka dahulukan pertimbangan mereka diatas ego dan kemauanmu. Maka rendahkan suaramu, walaupun mungkin dalam amarahnya yang sempat memuncak. 

Tak apalah jika mengalahmu bisa menjadi sedikit balasan bagi kelegaan hati mereka. 

Allah Ta'alla akan tersenyum kepadamu, Allah akan ridho kepadamu, surgapun akan merindukanmu atas semua kebesaran hati dan keluasan jiwamu. 

Maka jangan kau teruskan kemanjaanmu dengan tetap terus menuntut tentang apa yang mereka bisa bagikan dengan lebih untuk dirimu, namun tanyakan kepada batinmu sendiri, sudah sejauh mana kau telah menjadi berkah dalam kehidupan beliau, suamimu sendiri. 

Dan...sudahkah hari ini kau mengucapkan kata terimakasih untuknya, seraya mencium tangannya yang mulia?
(Syahidah/voaislam.com)

Semoga Bermanfaat
Salam Santun Ukhuwah Karena-NYA

Referensi Lainnya : http://kembanganggrek2.blogspot.com/

Beginilah Islam Memuliakan Tetangga

oleh: Ustadz Abu Bakar al-Atsari hafizhahullah


Manusia adalah makhluk sosial yang selalu berinteraksi dengan sesamanya dan cenderung membutuhkan yang lainnya dalam mengisi rentetan kehidupannya. Terlebih lagi dengan orang yang paling dekat tempat tinggalnya, yaitu tetangga.

Oleh karena itulah syari’at Islam datang dengan ajaran yang sangat agung dalam mengatur hubungan seseorang dengan tetangganya, yang pada decade terakhir ini cenderung terabaikan karena menonjolnya sifat cuek, mementingkan diri sendiri dan apatis terhadap tetangganya sebagai buah dari pola hidup materialistis modern.


Siapa itu Tetangga?

Para ulama berbeda pendapat tentang batasan ‘tetangga’. Namun pendapat yang paling dekat dengan kebenaran adalah dikembalika kepada ‘urf (kebiasaan) manusia. Dan yang perlu diingat adalah bahwa pengertian tetangga tidak lah terbatas pada tempat tinggal saja, tetapi juga mencakup ditempat kerja, pasar, sawah lading, kantor, tetangga dalam safar, demikian pul;a dalam ruang lingkup Negara dan kerajaan.


Pesan Islam Tentang Tetangga

Allah Ta’ala berpesan tentang tetangga dengan firman-Nya:

وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَبِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَى وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْبِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ

“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu..” [1]

Berkata Ali bin Tholhah dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu: “Tetangga yang dekat maknanya adalah tetangga yang ada hubungan kekerabatan denganmu, sedangkan tetangga yang jauh adalah tetangga yang tidak mempunyai hubungan kekerabatan denganmu.” [2]

Begitu pula Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu diberi pesan oleh Jibril tentang tetangga, sebagaimana beliau tuturkan dalam sebuah hadits dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Jibril senantiasa berwasiat kepadaku tentang tetangga sampai-sampai aku mengira bahwa ia (tetangga) akan mewarisi.” [3]


Bertetangga Standar Keimanan

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga menjadikan tolak ukur keimanan seseorang dengan baik-buruknya terhadap tetangga. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaknya ia memuliakan tetangganya.” [4]

Dan dari Ibnu ‘Amr radhiyallahu ‘anhu secara marfu’:

“Tidak akan terjadi hari kiamat sampai merebaknya perzinahan, pemutus tali kekerabatan dan jeleknya pertetanggaan.”


Syari’at Islam Tentang Tetangga

Untuk itu, mari kita lihat bagaimana apik-nya Islam dalam memperlakukan tetangga.


1. Islam melarang dari mengganggu dan menyakiti tetangga.

Dari Abu Syuroih radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Demi Allah, tidak beriman. Demi Allah, tidak beriman. Demi Allah, tidak beriman.” Ditanyakan kepada beliau, “Siapa wahai Rasulullah?” beliau menjawab, “Orang yang tetangganya tidak aman dari gangguannya?” [6]

Berkata Ibnu Baththol rahimahullah: “Maknanya adalah tidak sempurna imannya. Dan seseorang tidak akan mencapai derajat iman yang tinggi jika mempunyai sifat seperti ini.” [7]

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu ia berkata: “Seorang laki-laki berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya fulanah (seorang perempuan) menyebutkan tentang banyak sholatnya, puasanya dan shodaqohnya, tetapi ia menyakiti tetangga dengan lisannya.” Nabi berkata, “Ia dineraka.” Laki-laki itu berkata lagi, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya fulanah menyebutkan tentang sedikit puasanya, shodaqohnya dan sholatnya serta ia bershodaqoh beberapa potong keju dan tidak menyakiti tetangganya.” Nabi berkata, “Ia disurga.” [8]


2. Islam melipatgandakan dosa yang dilakukan kepada tetangga.

Dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu tatkala ditanyakan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang dosa-dosa apa yang paling besar, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab:

“Engkau berzina dengan istri tetanggamu.” [9]

Dari al-Miqdad bin al-Aswad radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Seorang laki-laki mencuri dari sepuluh rumah itu lebih ringan baginya daripada ia mencuri dari tetangganya.” [10]


3. Islam mewajibkan memperhatikan keadaan tetangga

Dari Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Wahai Abu Dzar, jika engkau memasak kuah maka perbanyaklah airnya dan peruntukkan tetanggamu.” [11]

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Bukanlah mukmin seorang yang bermalam dalam keadaan kenyang, padahal tetangganya kelaparan di dekatnya.” [12]


4. Mendahulukan tetangga dalam penjualan dan pembelian tanah

Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Barangsiapa yang mempunyai tanah kemudian ingin menjualnya, hendaknya ia menawarkan kepada tetangganya.” [13]

Dari Jabir radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Tetanggamu lebih berhak terhadap hak membeli terlebih dahulu. Ia ditunggu jika tidak hadir, apabila jalan mereka sama.” [14]


5. Dibolehkan bagi tetangga untuk menaruh barangnya di dinding rumah tetangganya asalkan tidak memudharatkannya.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Janganlah seseorang melarang tetangganya untuk menancapkan kayu baker di dinding rumahnya.” [15]


6. Islam menyuruh agar bersabar dari gangguan tetangga, bukan membalasnya.

Dari Abu Juhaifah radhiyallahu ‘anhu ia berkata: “Seorang laki-laki datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengadukan tentang tetangganya, maka beliau berkata: “Lemparkan barangmu ke jalan.” Lalu lelaki itu melemparnya. Maka orang-orang melewatinya dan melaknat tetangganya. Tetangga itu datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam seraya berkata: “Wahai Rasulullah, (faedah) apa yang aku dapatkan dari orang-orang?” Nabi bertanya, “Apa yang kamu jumpai dari mereka?” Ia menjawab, “Mereka melaknatku.” Nabi berkata, “Sungguh Allah telah melaknatmu sebelum manusia!” Maka orang itu berkata, “Aku tidak akan mengulanginya.” Maka orang yang mengadu datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan beliau berkata kepadanya, “Angkat barangmu karena engkau telah dicukupkan (dari gangguan tetanggamu).” [16]


7. Jika tetangganya non muslim, hendaknya ia mempergaulinya dengan baik dan tidak boleh mengggangunya.

Berdasarkan keumuman firman Allah Ta’ala dalam surat an-Nisa/4: 36.

Wallahu a’lam bis showab.

Note:

[1] QS. an-Nisa/4: 36

[2] Tafsir Ibnu Katsir 2/36

[3] HR.al-Bukhari 6015 & Muslim 2625

[4] HR.al-Bukhari 6019

[5] HR.al-Bazzar hal.238-az-Zawaid, Silsilah ash-Shohihah 5/360

[6] HR.al-Bukhari 6016

[7] Syarh Ibnu Baththol 17/9

[8] HR.Ahmad 8/168, Majma’ dan dishohihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Shohih at-Targhib wat Tarhib 2560

[9] HR.al-Bukhari 4761

[10] HR.Ahmad 52/182, Shohih at-Targhib 2549

[11] HR.Muslim 2625

[12] HR.al-Bukhari dalam al-Adabul Mufrod 112, al-Hakim 4/167

[13] HR.Ibnu Majah 2493, Irwaul Gholil 1538, 1539

[14] HR.Abu Dawud 3520, Shohih Ibnu Majah 2494

[15] HR.al-Bukhari 2463

[16] HR.at-Thobroni dalam al-Mu’jamul Kabir 17812, lihat Shohih at-Targhib 2558

Sumber: Disalin ulang dari Majalah al-Mawaddah Edisi ke-8, Tahun ke-3, Robi’ul Awwal-Robi’uts Tsani 1431H, Maret 2010 Hal.37-39

http://pembinaanpribadi.blogspot.com/2011/11/beginilah-islam-memuliakan-tetangga.html

Monday, 12 December 2011

Riak-riak Rumah Tangga Rasulullah Muhammad SAW

Sejarah kehidupan Rasulullah SAW dengan istri-istrinya merupakan teladan bagi setiap muslim dan muslimah. Terhadap teladan ini kita berkewajiban mengambil hikmah dan pelajaran dan menjadikannya pelita untuk menerangi setiap sudut kehidupan. Namun demikian,dalam kehidupan rumah tangga Rasulullah SAW yang ideal itu ternyata juga tak luput dari selisih paham. Ini artinya bahwa Rasulullah SAW adalah manusia dengan segala kekurangannya, juga istri-istrinya. Wajar bila dalam kehidupan mereka sering didera permasalahan dan terjadi selisih pendapat seperti halnya yang terjadi dalam kehidupan anak Adam lainnya.

Sebagai gambaran, Rasulullah Muhammad SAW manusia yang paling dicintai Allah pernah berkata kepada Aisyah r.a, istri yang paling dicintainya “Sungguh aku tahu kapan engkau rela dan kapan engkau marah kepadaku”
Aisyah bertanya “Darimana engkau tahu?”
Rasulullah SAW menjawab “Bila engkau rela, maka engkau akan mengatakan `Tidak demi Rabb Muhammad, dan ketika engkau marah, engkau mengatakan `Tidak, demi Rabb Ibrahim”
Aisyah pun berkata “Benar, Demi Allah wahai Rasulullah, aku tidak menghindar kecuali menyebut namamu saja”(HR. Bukhari dan Muslim).
Ini artinya bahwa Aisyah r.a menghindar untuk menyebut nama Rasulullah SAW hanya ketika marah saja, namun sebenarnya hatinya tetap mencintainya. Dari hadits di atas, dapat kita simpulkan bahwa perselisihan suami istri terjadi pula di dalam rumah tangga Nabi SAW sehingga salah satu diantara mereka marah atau keduanya. Tapi itu kemarahan yang hanya sementara yang kemudian hilang, tidak berlanjut hingga saling membenci dan bertengkar seperti sering kita saksikan pada saat ini. Rasulullah SAW selalu memanggil Aisyah dengan panggilan kesayangan seperti “Ya Aisy”, “Ya Uwaisy” atau “Ya Humaira” untuk membuat hatinya tersanjung.


Dilain hari pernah terjadi pertengkaran antara Nabi SAW dengan istri-istrinya r.a dalam hal nafkah. Istri-istri Rasulullah meminta tambahan nafkah dan kesenangan lainnya, tapi Nabi tidak memilikinya, padahal Beliau SAW selalu memberikan apa saja yang dimilikinya. Diriwayatkan dari Jabir r.a ia berkata “Suatu hari Abu Bakar r.a datang ke rumah Nabi SAW dan mendapati para sahabat sedang duduk di depan rumah Nabi. Tak seorang pun diizinkan masuk. Rasulullah SAW mengizinkan Abu Bakar masuk. Kemudian datang Umar bin Khattab dan minta izin masuk. Rasulullah SAW mengizinkannya. Mereka mendapati Nabi SAW sedang duduk dan istri-istrinya di sekelilingnya. Rasulullah SAW diam membisu. Kemudian Umar berkata “Sungguh aku akan menceritakan sesuatu yang akan membuat Nabi tersenyum. Sungguh aku akan mengatakannya agar beliau tertawa, “Ya Rasulullah, bagaimana pendapatmu tentang puteri si Zaid itu(istri Umar bin Khattab r.a sendiri) yang baru saja merengek minta nafkah kepadaku. Karena jengkel aku cekik saja lehernya”
Nabi pun tersenyum hingga tampak gerahamnya dan berkata “Kau lihat sendiri mereka istri-istriku yang ada di sekelilingku juga minta tambahan nafkah kepadaku”. Kemudian Abu Bakar r.a berdiri dan berjalan kearah Aisyah lalu mencekiknya. Demikian juga Umar berdiri dan berjalan kearah Hafshah lalu mencekiknya. Keduanya mengatakan “Apakah kalian tega merengek meminta kepada Rasulullah SAW apa yang tidak beliau miliki”.
Kemudian Rasulullah SAW menjauh dari istri-istrinya selama satu bulan atau dua puluh sembilan hari hingga turunlah ayat “Wahai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, `Jika kalian menginginkan kehidupan dunia dan perhiasannya, maka marilah supaya aku berikan kepada kalian mut`ah dan aku ceraikan kalian dengan cara yang baik. Dan jika kamu sekalian menghendaki kerelaan Allah dan RasulNya serta kesenangan akhirat, maka sesungguhnya Allah menyediakan bagi siapa yang berbuat baik diantara kalian pahala yang besar” (QS Al Ahzab ayat 28-29)

Masih dari Jabir r.a ia berkata “Pertama-tama Rasulullah menyapa Aisyah r.a `Wahai Aisyah akan aku tunjukkan kepadamu satu hal, tapi aku tidak ingin engkau tergesa-gesa memutuskannya hingga engkau membicarakannya terlebih dahulu dengan orang tuamu`
“Apa gerangan wahai Rasulullah?” Tanya Aisyah.
Kemudian Rasulullah SAW membacakan ayat diatas. Dan Aisyah pun balik bertanya “Apakah dalam masalah ini aku harus membicarakannya terlebih dahulu kepada orangtuaku wahai Rasulullah? Aku pasti lebih memilih Allah,RasulNya dan kehidupan akhirat, dan aku memintamu agar tidak memberitahukan apa yang aku katakan ini kepada istri-istrimu yang lain”
Rasulullah SAW berkata “Jika mereka bertanya maka aku akan mengatakannya. Karena Allah tidak mengutusku untuk membuat kesusahan dan mencari kesalahan, tetapi mengutusku sebagai pengajar yang memberikan kemudahan” (HR Muslim).

Semoga kita semua dimampukan untuk menjadikan keluarga kita sebagai keluarga Sakinah, Mawadah, Warohmah.. Amiin :)
--

kisah Khalifah Umar bin Khatbab

Khalifah Umar bin Khattab 


_Suri teladan Sosok Pemimpin Saat ini.
Fenomena zaman sekarang ini banyak kita amati seorang pemimpin sikap,perilaku, & kebijakaanya tidak sesuai dengan amanah yang diembannya, karena seorang pemimpin ialah mewakili anggota/bawahan/rakyat hendaknya menjadi salah satu prioritas utama pemimpin mampu lebih men-sejahterahkan/menjadikan keadaan menjadi lebih baik dari sebelumnya & tidak merugikan mereka2 yang telah memberi kepercayaan sepenuhnya untuk memimpin.

Tentu saja, ada juga diantara kita yang memang mampu menjadi Sosok Pemimpin Sejati yang amanah, fatonah, siddiq dsb, yang mampu memberikan kebermanfaat positif & menjadikan kehidupan lebih baik untuk kita semua.


Seklumit kisah ini semoga mampu merefleksikan, mengingatkan, dan menjadi perenungan kembali akan besarnya tanngungjawab bagi seorang pemimpin, khususnya bagi diri saya sendiri (karena pada hakekatnya saya adalah pemimpun untuk diri saya sendiri sebelum memimpin orang lain, begitu juga dengan Anda semua) & kepada para sahabat2 yang dirahamti Alloh SWT.
....
"Sayyidina Abu Bakar semasa hendak meninggal dunia, mengeluh dan kesal kerena dilantik sebagai ketua (khalifah), begitu juga dengan Sayyidina Umar yang dilantik sebagai khalifah selepas kematian Sayyidina Abu Bakar. Saiyidina Umar sangat mengambil berat tentang kebajikan rakyatnya".

Pada suatu malam sedang dia meronda di sekeliling kota dan kampung untuk melihat hal rakyatnya, dia terdengar tangisan anak-anak. Sayyidina Umar menghampiri pondok buruk tempat tinggalnya anak-anak itu.
Dia mendengar ibunya menjerang sesuatu. Anak-anak tadi senyap seketika apabila melihat ibunya sedang memasak. Namun masakannya tidak siap-siap sehingga anaknya tertidur dalam kelaparan. Melihat keadaan yang menyayat hati itu, Sayyidina Umar memberi salam dan meminta izin untuk masuk. Wanita itu tidak sedar bahwa tamu itu ialah Sayyidina Umar. Sayyidina Umar bertanya tentang hal kehidupan wanita itu. Wanita itu mengadu bahwa dia dan anaknya sudah berhari-hari tidak makan. Apabila anaknya menangis hendak makanan, dia pura-pura memasak dengan memasukkan beberapa bongkah batu ke dalam kuali. Melihat keadaan itu, anaknya diam sebentar kerena menyangka ibunya sedang memasak sesuatu.
Wanita itu mengadu dan mengutuk Khalifah Sayyidina Umar kerana tidak bertanggungjawab terhadap rakyatnya. Mendengar kutukan wanita itu, Sayyidina Umar terdiam sejenak. Sebentar kemudian, dia memohon diri meninggalkan keluarga wanita itu. Dalam kegelapan malam, Sayyidina Umar terus menuju ke Baitul Mal lalu mengambil sendiri beberapa karung gandum untuk diantar ke rumah wanita itu.
Setelah sampai di rumah wanita itu, Saiyidina Umar memberi salam dan masuk ke rumahnya buat kedua kalinya. Dia mengambil gandum dari karung lalu terus memasakkan untuk wanita dan anaknya. Wanita itu masih tidak sadar bahwa orang yang datang membawa gandum dan memasak itu ialah khalifah sendiri. Setelah siap, Sayyidina Umar sendiri menghidangkan makanan untuk wanita dan anaknya.
Melihat mereka gembira dengan makanan, Sayyidina Umar merasa amat senang hati dan pergi dari situ. “Kalaulah Sayyidina Umar buat begini, alangkah baiknya….”, kata wanita itu tanpa menyadari orang yang berada di hadapannya ialah Sayyidina Umar sendiri.

Apa yang bisa kita ambil dari seklumit kisah tersebut diatas..? : tak lain & tak bukan adalah seorang pemimpin wajib memiliki EMPATI, apakah pantas seorang pemimpin bisa makan enak jika anggota/bawahannya/rakyatnya masih kelaparan...?, apakah pantas seorang pemimpin yang tidur nyenyak dengan kasur sofa yang empuk dengan fasilitas pendukung lainnya sementara yang dipimpin tidur beralaskan tanah, berselimutkan angin, beratap langit..?dst.. berikutnya juga paling utama hikmah dari kisah tsb adalah adanya NIAT..? dan jika melakukan apapun, menjadi siapapun/posisi apapun pastikan dengan NIAT ibadah secara utuh-sempurna, semoga Alloh SWT meridhoi & merahmati langkah2 perjuangan kita, menjadikan kita memiliki "rambu2 pribadi bahaya (semacam peringatan dini jika teledor melakukan kesalahan)" serta menjadi ladang pahala akherat kelak..amiin

Kita semua tentunya sudah tahu, sudah paham, bahkan sudah mengerti sekali teori2 tentang kepemimpinan yang sejati, yang baik, yang top, yang sukses yaitu mempunyai visi-misi jelas, bertanggungjawab, peduli, komunkatif, cerdas dsb.. tetapi sering sekali kenapa setelah kita tahu kita tak mampu mengaplikasikannya di dalam kehidupan sehari..? (jawabanya silahkan dialog dengan hati nurani masing2..)

Semoga apa yang tertulis diblog saya ini mampu memberikan kebermanfaatan fi dunia wal akherat untuk kita semua..

Wallahu'alam bis showab..




____
(sumber kisah http://abrahamik.wordpress.com/2010/02/14/khalifah-umar-bin-khattab-dan-orang-miskin/)